Selasa, 29 Juli 2014

HUBUNGAN ANTARA LAMA HARI RAWAT DENGAN TERJADINYA DEKUBITUS

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilisasi fisik adalah salah satunya dengan mempertahankan integritas kulit. Integritas kulit pada pasien dapat tercapai dengan memberikan perawatan kulit yang terencana dan konsisten. Perawatan kulit yang tidak terencana dan tidak konsisten dapat mengakibatkan terjadinya gangguan integritas kulit. Kerusakan integritas kulit dapat berasal dari luka karena trauma dan pembedahan, namun juga dapat disebabkan karena tertekannya kulit dalam waktu lama. Gangguan integritas kulit dapat diakibatkan oleh tekanan yang lama, iritasi kulit, imobilisasi dan berdampak akhir timbulnya luka dekubitus (Potter dan Perry, 2010).
Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama akibat imobilisasi fisik. Dekubitus adalah suatu area luka yang terlokalisir pada kulit dengan jaringan yang mengalami nekrosis yang biasanya terjadi pada bagian permukaan kulit di atas tulang yang menonjol sebagai akibat dari tekanan dalam jangka waktu lama (Suriadi, 2004). Morison (2003), mendefinisikan dekubitus sebagai suatu daerah kerusakan seluler yang terlokalisasi, baik akibat tekanan langsung pada kulit yang menyebabkan iskemia jaringan maupun akibat kekuatan gesekan yang menyebabkan stres mekanik terhadap jaringan.
Pasien yang beresiko mengalami dekubitus diantaranya pasien dengan penurunan kesadaran, imobilisasi, kelemahan fisik, pasien dengan penyakit kronik dan pasien dengan perawatan yang lama. Pasien yang beresiko tersebut biasanya akan menjalani perawatan yang lama selama dirawat di Rumah Sakit dan sangat beresiko mengalami dekubitus. Pasien dengan hari
2
rawat yang lama mempunyai resiko tinggi terhadap terjadinya dekubitus (Suheri, 2009). Dekubitus sering terjadi pada pasien dengan tirah baring lama di Rumah Sakit (Suriadi, 2004). Imobilisasi di tempat tidur bila berlangsung lama hampir pasti menyebabkan dekubitus (Kadir, 2008). Potter dan Perry (2010), menyatakan pasien yang beresiko tinggi mengalami dekubitus sering ditemukan pada pasien dengan gangguan mobilisasi fisik dan pasien yang tidak mampu merasakan nyeri. Dewi (2011), menyatakan bahwa pasien gangguan neurologi dengan perawatan tirah baring yang lama berisiko tinggi mengalami dekubitus.
Pasien tirah baring dan menjalani perawatan yang lama biasanya ditemui pada pasien dengan penurunan kesadaran, imobilisasi, keterbatasan aktivitas, dan pasien neurologi dengan gangguan mobilisasi fisik dan menurunnya persepsi sensori. Lamanya hari perawatan pasien tersebut di Rumah Sakit tergantung dari kondisi pasien dan jenis penyakit yang diderita serta gangguan lainnya yang menyertai penyakit pasien tersebut. Nursalam (2011), menyatakan rata-rata lama hari rawat pasien secara umum adalah 7 sampai 10 hari. Semakin lama hari rawat pasien di Rumah Sakit semakin beresiko pula menambah terjadinya masalah pada pasien dan penyakitnya seperti terjadinya infeksi nasokomial dan dekubitus (Depkes, 2005).
Lama hari rawat pasien rawat inap merupakan salah satu unsur dalam pelayanan di rumah sakit yang dapat dinilai atau diukur. Lama hari rawat dapat dihitung dari tanggal pertama pasien tersebut masuk ruang perawatan sampai tanggal pasien tersebut check out atau keluar dari Rumah sakit baik karena sudah dinyatakan sembuh, dirujuk, pulang paksa maupun karena meninggal dunia. Penghitungan lama hari rawat pasien rawat inap dapat dilakukan dengan cara mengurangi tanggal pasien tersebut keluar dengan tanggal pasien itu masuk. Lama hari rawat pasien merupakan jumlah akumulasi lamanya pasien menjalani perawatan di Rumah Sakit (Indradi, 2007).
3
Lama hari rawat pasien merupakan salah satu indikator mutu pelayanan Rumah Sakit. Lama hari rawat dapat menggambarkan kondisi penyakit pasien selama menjalani perawatan dan menggambarkan mutu dan efektifitas pelayanan, pengobatan dan kinerja pelayanan Rumah Sakit (Depkes, 2005). Yusuf (2011), menyatakan terjadinya dekubitus pada pasien yang menjalani perawatan yang lama merupakan akibat buruknya mutu pelayanan di suatu Rumah Sakit.
Dekubitus bisa terjadi pada hari pertama pasien dirawat sampai dengan hari keduabelas atau lebih pasien dirawat, hal ini tergantung dari kondisi penyakit dan intervensi pencegahan dekubitus yang diberikan. Morison (2003), menyatakan tanda-tanda kerusakan jaringan yang menyebabkan dekubitus dapat terjadi sangat cepat apabila terdapat faktor predisposisi penyebab tekanan pada kulit pasien dan berlangsung dalam beberapa jam. Sabandar (2008), menyatakan tanda-tanda luka dekubitus terjadi akibat posisi pasien yang tidak berubah (imobilisasi) dalam jangka waktu lebih dari 6 jam pada hari pertama perawatan. Suheri (2009), menyatakan dekubitus bisa terjadi pada hari ketiga sampai hari kelima pasien dirawat. Kadir (2007), menyatakan dekubitus bisa terjadi pada 2 minggu pertama pasien dirawat. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan gejala infeksi (dekubitus) setelah 72 jam atau 3 hari pasien berada di Rumah sakit dan semakin lama pasien dirawat semakin beresiko menambah terjadinya infeksi sekunder pada pasien (Depkes, 2005).
Dekubitus merupakan masalah yang dihadapi oleh pasien-pasien dengan penyakit kronis, penurunan kesadaran, pasien yang sangat lemah, dan pasien yang lumpuh dalam waktu lama. Dekubitus saat ini merupakan penderitaan skunder yang banyak dialami oleh pasien-pasien yang dirawat di Rumah Sakit dalam waktu yang lama. Meningkatnya lama hari rawat pasien secara tidak langsung akan menjadi beban pembiayaan bagi Rumah Sakit, pasien dan keluarga. Dekubitus dapat mengakibatkan lama perawatan pasien di
4
Rumah Sakit meningkat, memperlambat program rehabilitasi bagi pasien dan memperberat penyakit primer yang diderita pasien (Morison, 2003).
Suriadi (2006) dalam Yusuf (2011), menyatakan insiden kejadian luka dekubitus di berbagai negara masih cukup tinggi. Dekubitus merupakan masalah global sebab tidak mengenal negara berkembang atau negara maju, benua Asia, Eropa, atau Amerika, tidak mengenal jenis kelamin, tidak hanya pada usia lanjut dan tidak selamanya terjadi di rumah sakit tapi juga bisa terjadi pada pasien yang dirawat di rumah (home care). Dekubitus menempati posisi sebagai masalah kesehatan masyarakat yang utama di berbagai negara.
Barbanel et al., (1977); Jordan dan Nicol, (1977); David et al., (1989) dalam Morison (2003), menyatakan hasil penelitian menunjukkan bahwa 6,5-,4% dari populasi umum orang dewasa yang dirawat di Rumah Sakit menderita paling sedikit satu dekubitus pada setiap kali masuk Rumah sakit. Yusuf (2011), menyatakan prevalensi dekubitus pada Rumah Sakit sekitar 17-25% dan dua dari tiga pasien yang berusia 70 tahun atau lebih akan mengalami dekubitus. Pasien dengan kelainan neurologi, angka kejadian dekubitus setiap tahun sekitar 5-8% dan dekubitus dinyatakan sebagai 7-8% penyebab kematian pada paraplegia. Pada perawatan akut, insiden dekubitus 0.4-38%, pada perawatan yang lama 2.2-23.9% dan pada perawatan di rumah 0 %-29%, sehingga di unit perawatan akut rata-rata lama hari rawat dapat meningkat 4-17 hari. Insiden yang sangat tinggi terdapat pada pasien yang dirawat di ruang ICU, hal ini terjadi karena immunocompromised penderita, dengan angka kejadian 8%-40%.
Insiden dekubitus di Indonesia cukup tinggi yaitu sebesar 33.3 %, angka ini sangat tinggi bila dibandingkan dengan insiden dekubitus di ASEAN yang hanya berkisar 2.1-31.3 % (Sugama et al., 1992; Seongsook et al., 2004; Kwong et al., 2005 dalam Yusuf, 2011). Penelitian Suheri (2009), menyatakan bahwa dari 45 orang pasien imobilisasi yang di rawat di RSUP
5
Haji Adam Malik Medan, sebanyak 88,8% mengalami luka dekubitus derajat I pada hari kelima perawatan. Penelitian Dewi (2011), menyebutkan bahwa pasien stroke memiliki resiko terhadap dekubitas, dimana dari 469 kasus pasien stroke di Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta, 120 atau 26% diantaranya mengalami dekubitus.
Faktor yang menyebabkan terjadinya dekubitus yang paling utama adalah tekanan lama yang menyebabkan iskemia jaringan setempat. Tekanan pada jaringan setempat yang lama biasanya dialami oleh pasien imobilisasi, keterbatasan aktivitas atau kelemahan fisik, penurunan kesadaran dan pasien dengan menurunnya persepsi sensori yang menjalani perawatan lama di tempat tidur. Faktor lainnya yang sangat penting dalam mempengaruhi terjadinya dekubitus pada pasien diantaranya nutrisi yang buruk, usia, jenis penyakit dan lamanya perawatan pasien. Potter dan Perry (2010), menyatakan dekubitus sering terjadi pada pasien dengan penyakit kronik dan penurunan kesadaran yang menjalani perawatan yang lama. Imobilisasi, keterbatasan aktivitas atau kelemahan fisik, penurunan persepsi sensori selama di tempat tidur berdampak pada lamanya tekanan pada bagian permukaan tulang yang menonjol (Suriadi, 2004).
Pasien dengan penurunan kesadaran dan imobilisasi yang memerlukan perawatan intensive akan menjalani perawatan di ruang ICU (intensive care unit). Pasien ICU yang mengalami perubahan tingkat kesadaran baik karena jenis penyakitnya, pengaruh terapi sedasi ataupun anestesi yang memerlukan pengawasan yang intensive, sehingga mengharuskan pasien menjalani perawatan intensive selama di tempat tidur dan sangat beresiko mengalami dekubitus. Suheri (2009), menyatakan pasien gangguan neurologi, berpenyakit kronik dalam waktu lama, penurunan status mental, dan dirawat di ruang ICU, berpenyakit enkologi, terminal, dan orthopedi berpotensi tinggi terjadi luka dekubitus. Yusuf (2011), menyatakan insiden dekubitus paling banyak terjadi pada pasien yang dirawat di ruang ICU.
6
Pencegahan dekubitus merupakan prioritas dalam pemberian asuhan keperawatan terutama pada pasien dengan penurunan kesadaran dan kelemahan fisik. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya dekubitus, diantaranya adalah perbaikan keadaan umum pasien, perawatan kulit yang terencana dan konsisten, papan atau alas tempat tidur yang baik, dan pencegahan terjadinya luka dengan berbaring yang berubah-ubah. Perawatan kulit yang terencana dan dilakukan secara kontinyu dapat mencegah terjadinya dekubitus (Morison, 2003). Intervensi keperawatan terpenting dalam pencegahan dekubitus adalah dengan menjaga kebersihan kulit dengan memandikan pasien setiap hari, penggunaan lotion dan minyak terutama dibagian kulit yang ada pada tonjolan-tonjolan tulang dan diberikan massase untuk melancarkan sirkulasi darah (Kadir, 2008).
Pengkajian fisik dan penilaian kondisi pasien merupakan langkah pertama dalam upaya merencanakan tindakan pencegahan terjadinya dekubitus. Pengkajian fisik pasien secara konsisten selama pasien dirawat dan perawatan kulit secara terencana akan mengurangi resiko terjadinya dekubitus. Ketelitian dari perawat dalam pengkajian fisik pada pasien sangat diperlukan dalam mengenali tanda dan gejala awal pasien yang mengarah kepada kemungkinan terjadinya dekubitus karena dekubitus juga bisa terjadi pada minggu pertama pasien dirawat. Pengkajian fisik secara kontinyu pada pasien yang beresiko mengalami dekubitus sangat penting dalam membuat rencana asuhan keperawatan pada pasien khususnya dalam tindakan pencegahan (Morison, 2003). Mobilitas bagi pasien dan perawatan kulit yang baik 95% dapat mencegah terjadinya dekubitus (Yusuf, 2011).
Dekubitus juga sering terjadi pada pasien yang dirawat di ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas. Data Rekam Medik (2012), dari bulan Januari sampai Juli terdapat 210 orang pasien yang menjalani perawatan lama antara 7-12 hari atau lebih dan tirah baring total di ruang ICU, 58 orang pasien atau 28% pasien yang dirawat diantaranya disertai
7
dengan dekubitus. Sebanyak 39 orang atau 67% dari 58 orang pasien dekubitus tersebut adalah pasien dengan penurunan kesadaran dan kelemahan fisik, dan tirah baring total. Sedangkan sisanya adalah pasien bedrest yang memerlukan perawatan lama seperti pasien dengan edema paru dan gagal nafas yang memerlukan ventilasi mekanik atau ventilator. Pasien yang mengalami dekubitus rata-rata menjalani perawatan yang lebih lama. Jumlah tempat tidur pasien di ruang ICU sebanyak 5 buah dan jumlah perawat yang bertugas terdiri dari 1 kepala ruangan dan 21 perawat sebagai staf keperawatan. Pembagian shift jaga perawat dibagi 3 yaitu pagi, sore dan malam dengan 4-5 orang perawat/shift jaga. Kemenkes (2011), tentang standar ketenagaan perawat ICU yaitu ratio pasien : perawat sama dengan 1 : 1 untuk pasien dengan ventilator dan 2 : 1 untuk pasien lainnya dan 50% perawat bersertifikat ICU dan pengalaman kerja minimal 3 tahun di ICU.
Studi pendahuluan yang dilakukan di ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas pada bulan Agustus 2012, terdapat 16 orang pasien dengan kelemahan fisik dan penurunan kesadaran yang menjalani perawatan tirah baring total dan 8 orang atau 50 % diantaranya disertai dengan dekubitus. Pasien-pasien tersebut rata-rata menjalani hari rawat antara 6 hari sampai lebih dari 12 hari. Pasien yang tidak mengalami dekubitus menjalani lama hari rawat rata-rata kurang dari 6 hari sedangkan pasien yang mengalami luka dekubitus menjalani hari rawat rata-rata 6 sampai lebih dari 12 hari. Dari 8 orang pasien yang mengalami dekubitus tersebut, ada 3 orang pasien atau 38% yang sudah mengalami luka dekubitus sebelum hari ke-6 di rawat dan ada 5 orang pasien atau 63% yang mengalami luka dekubitus setelah menjalani hari rawat lebih dari 6 hari.
Dekubitus yang terjadi pada pasien yang dirawat di ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas merupakan masalah yang sangat serius karena dapat mengakibatkan meningkatnya beban biaya bagi pasien, keluarga dan Rumah Sakit. Dekubitus akan meningkatkan lamanya hari
8
perawatan di rumah sakit dan memperberat penyakit primer. Bagi pasien, dekubitus juga dapat menyebabkan nyeri berkepanjangan, rasa tidak nyaman serta dapat menyebabkan komplikasi berat yaitu sepsis, infeksi kronis, sellulitis, osteomyelitis dan meningkatkan prevalensi mortalitas pada pasien lanjut usia. Kemungkinan terburuk dari komplikasi dekubitus bila tidak ditangani secara serius adalah pasien dapat meninggal karena septikemia (Morison, 2003).
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka penulis bermaksud mengadakan penelitian tentang “Hubungan antara lama hari rawat dengan terjadinya dekubitus pada pasien yang dirawat di ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas”.
1.2 Rumusan Masalah
Dekubitus adalah luka terlokalisir pada kulit dan jaringan yang dibawahnya ada tulang yang menonjol sebagai akibat dari tekanan atau kombinasi tekanan dengan gesekan yang merupakan dampak dari tekanan yang lama pada tempat tidur. Terjadinya dekubitus dapat meningkatkan biaya perawatan pasien dan morbiditas pasien karena infeksi yang terjadi. Adanya luka dekubitus mengganggu proses pemulihan pasien, mungkin juga diikuti komplikasi dengan nyeri dan infeksi sehingga menambah panjang lama perawatan (Morison, 2003).
Dekubitus sering terjadi pada pasien dengan tirah baring lama di Rumah Sakit (Suriadi, 2004). Suheri (2009), menyatakan pasien dengan hari perawatan yang lama mempunyai resiko tinggi mengalami dekubitus. Imobilitas bila berlangsung lama hampir pasti menyebabkan dekubitus (Kadir, 2008). Semakin lama hari rawat pasien di Rumah Sakit semakin beresiko pula menambah masalah pada pasien dan penyakitnya seperti terjadinya infeksi nasokomial dan dekubitus (Depkes, 2005). Pasien gangguan neurologi, berpenyakit kronik dalam waktu lama, penurunan status mental dan dirawat di ruang ICU,
9
berpenyakit enkologi, terminal, dan orthopedi berpotensi tinggi terjadi luka dekubitus (Suheri, 2009). Yusuf (2011), menyatakan insiden dekubitus paling banyak terjadi pada pasien yang dirawat di ruang ICU.
Dekubitus terjadi pada pasien dengan penurunan kesadaran, gangguan mobilitas fisik dan tirah baring lama yang dirawat di ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas. Dari 16 pasien dengan tirah baring total dalam bulan Agustus 2012 terdapat 50% atau 8 orang yang mengalami dekubitus. Pasien yang mengalami dekubitus rata-rata adalah pasien yang mengalami kelemahan fisik dan penurunan kesadaran yang menjalani perawatan tirah baring yang lama. Pasien ICU yang mengalami dekubitus menjalani perawatan lebih lama dari pada pasien yang tidak mengalami dekubitus.
Dekubitus pada dasarnya dapat dicegah dan mencegah dekubitus lebih mudah dari pada mengobatinya. Perawatan kulit yang terencana dan dilakukan secara kontinyu dapat mencegah terjadinya dekubitus (Morison, 2003). Mobilitas bagi pasien dan perawatan kulit yang baik 95% dapat mencegah terjadinya dekubitus (Yusuf, 2011).
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui dan menguji apakah ada hubungan antara lama hari rawat dengan terjadinya dekubitus pada pasien yang dirawat di ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara lama hari rawat dengan terjadinya dekubitus pada pasien yang dirawat di ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas.
10
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi lama hari rawat pada pasien yang dirawat di ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas.
1.3.2.2 Mengidentifikasi terjadinya dekubitus pada pasien yang dirawat di ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas.
1.3.2.3 Menganalisis hubungan antara lama hari rawat dengan terjadinya dekubitus pada pasien yang dirawat di ruang ICU RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat secara teoritis
1.4.1.1 Bagi Perawat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan informasi bagi perawat tentang hubungan antara lama hari rawat dengan terjadinya dekubitus dan menambah wawasan tentang mutu pelayanan keperawatan dalam merawat pasien dengan disertai dekubitus dan pencegahan terjadinya dekubitus.
1.4.1.2 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan khususnya untuk menambah referensi dalam proses belajar mengajar mengenai hubungan antara lama hari rawat dengan terjadinya dekubitus dan sebagai bahan acuan penelitian yang akan datang.
1.4.1.3 Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan pengalaman langsung dalam melakukan penelitian dan penulisan laporan penelitian terutama tentang pengkajian dan pencegahan dekubitus khususnya pada pasien yang beresiko dekubitus yang di rawat di ruang ICU.
11
1.4.2 Manfaat secara aplikatif
1.4.2.1 Bagi Pasien
Tanda dan gejala dekubitus pada pasien-pasien yang beresiko mengalami dekubitus dapat dikenali secara dini sebagai dasar bagi perawat dalam upaya mencegah terjadinya dekubitus pada pasien sehingga dapat mengurangi angka morbiditas akibat dekubitus dengan perawatan kulit yang konsisten dan terencana.
1.4.2.2 Bagi Perawat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat perawat lebih teliti lagi dalam melakukan pengkajian fisik pada pasien dan dapat mengenali tanda dan gejala awal terjadinya dekubitus sehingga upaya pencegahan terjadinya dekubitus dapat dilakukan secara dini khususnya pada pasien yang beresiko mengalami dekubitus.
1.4.2.3 Bagi Institusi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan sebagai bahan masukan bagi rumah sakit dalam mengevaluasi tindakan medis dan keperawatan, menentukan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan lama hari rawat dengan terjadinya dekubitus dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, misalnya penetapan SOP pencegahan dekubitus.
1.5 Penelitian Lain Terkait
1.5.1 Penelitian Dede Rukmini (2012)
Meneliti tentang “Pengaruh Pemberian Minyak Klaper Saat Massage Terhadap Kejadian Dekubitus Pada Pasien Tirah Baring Total Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Puri Cinere Depok”. Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperiment dengan post test only non equivalent control group. Sampel yang dipakai adalah 28 responden. Hasil penelitian dapat disimpulkan ada pengaruh yang bermakna antara
12
pemberian minyak klaper terhadap kejadian dekubitus, dimana dari 14 responden yang dimassage dengan minyak klaper diperoleh hasil 100% tidak terjadi dekubitus (p value = 0,031, α = 0,025). Perbedaan penelitian yang akan dilakukan terletak pada variabel bebasnya yaitu pengaruh pemberian minyak klaper dan metode penelitian yang digunakan. Sedangkan persamaannya adalah pada variabel terikatnya yaitu sama-sama meneliti tentang kejadian dekubitus.
1.5.2 Penelitian Hastuti Purnama Dewi (2011)
Meneliti tentang “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Dekubitus Pada Pasien Stroke Di Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta”. Penelitian ini adalah penelitian non eksperimental dengan pendekatan predictive. Sampel penelitian adalah sebanyak 34 pasien stroke di bangsal Anggrek I RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji Rank Spearman semua variabel bebas memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian dekubitus. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada variabelnya yaitu menggunakan variable tunggal. Sedangkan persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang dekubitus.
1.5.3 Penelitian Noor Fitriyani (2009)
Meneliti tentang “Pengaruh Posisi Lateral Inklin 30 Derajat Terhadap Kejadian Dekubitus Pada Pasien Stroke Di Bangsal Anggrek I Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta”. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif eksperimen dengan metode deskriptif comparative, jumlah responden 30 orang. Hasil uji statistik diperoleh nilai U= 105 dengan p value = 0,550 > 0,05. Kesimpulan hasil penelitian adalah tidak ada pengaruh posisi lateral inklin 30 derajat terhadap penurunan kejadian dekubitus. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada variabel bebasnya dan metode penelitian yang digunakan, persamaannya terletak pada variabel terikat yaitu sama-sama meneliti dekubitus.

Silakan download gratis filenya dengan mengklik tulisan ABSTRAK dst di bawah ini


Jika anda memerlukan contoh skripsi jurusan keperawatan dari berbagai macam judul, silakan hubungi kami via email atau dengan memberi komentar pada posting ini

0 komentar:

Posting Komentar