Selasa, 29 Juli 2014

HUBUNGAN ANTARA MOBILISASI FISIK DENGAN PROSES PENYEMBUHAN LUKA FASE INFLAMASI PADA KLIEN POST OPERASI LAPARATOMI


HUBUNGAN ANTARA MOBILISASI FISIK DENGAN PROSES PENYEMBUHAN LUKA FASE INFLAMASI PADA KLIEN POST OPERASI LAPARATOMI

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Kesehatan tubuh manusia dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang sempurna baik secara jasmani maupun rohani yang tidak mengalami satu gangguan apapun. Kesehatan jasmani seseorang sangat berhubungan dengan kemampuan seseorang tersebut dalam melakukan aktivitas dan mobilitas fisiknya dalam sehari-hari. Mobilisasi fisik merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan oleh individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari (Perry & Potter, 2005).
Mobilitas fisik sangat penting dan diperlukan untuk seseorang yang mengalami gangguan kesehatan atau menderita suatu penyakit seperti pada klien pasca pembedahan. Mobilisasi dini pada klien pasca pembedahan merupakan suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing klien untuk mempertahankan fungsi fisiologis. Sebaliknya keadaan imobilisasi adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring (Garrison, 2004).
Mobilisasi merupakan faktor yang utama dalam mempercepat pemulihan dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah. Banyak keuntungan yang bisa diraih dari latihan di tempat tidur dan berjalan pada periode dini pasca bedah. Mobilisasi dini pasca bedah dapat mempercepat hari rawat dan mengurangi resiko karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuan otot, pernafasan terganggu, juga adanya gangguan peristaltik maupun berkemih (Carpenito, 2000).
Menurut Kusmawan (2008), pada saat awal, pergerakan fisik bisa dilakukan di atas tempat tidur dengan menggerakkan tangan dan kaki yang bisa ditekuk
2
atau diluruskan, mengkontraksikan otot-otot dalam keadaan statis maupun dinamis termasuk juga menggerakkan badan lainnya, miring ke kiri atau ke kanan. Pada 12 sampai 24 jam berikutnya atau bahkan lebih awal lagi badan sudah bisa diposisikan duduk, baik bersandar maupun tidak dan fase selanjutnya duduk di atas tempat tidur dengan kaki yang dijatuhkan atau ditempatkan di lantai sambil digerak-gerakan. Di hari kedua post operasi, rata-rata untuk klien yang dirawat di kamar atau bangsal dan tidak ada hambatan fisik untuk berjalan, semestinya memang sudah bisa berdiri dan berjalan di sekitar kamar atau keluar kamar, misalnya berjalan sendiri ke toilet atau kamar mandi dengan posisi infus yang tetap terjaga.
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan di tangani. Tindakan pembedahan akan menimbulkan luka pada klien dan luka tersebut akan mengalami proses penyembuhan. Proses penyembuhan luka akan memerlukan waktu beberapa hari dimana terdapat fase-fase tertentu selama proses penyembuhan luka post operasi tersebut.
Menurut Potter dan Perry (2005), fase penyembuhan luka melalui 3 fase yaitu pertama fase inflamasi, berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari ketiga. Kedua Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu kedua. Pada tahap ketiga yaitu fase penyudahan (Remodelling), pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berkahir kalau semua tanda radang sudah lenyap.
Laparatomi adalah suatu potongan pada dinding abdomen seperti caesarean section sampai membuka selaput perut. Tujuan perawatan post laparatomi antara lain mengurangi komplikasi akibat pembedahan, mempercepat
3
penyembuhan, mengembalikan fungsi fisik klien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi. Klien post operasi laparatomi yang tidak mendapatkan perawatan maksimal setelah pasca bedah dapat memperlambat penyembuhan klien itu sendiri.
Beberapa peneliti di Indonesia menyatakan bahwa ada pengaruh mobilisasi fisik terhadap penyembuhan luka post operasi, diantaranya penelitian Marlitasari (2010), meneliti tentang gambaran penatalaksanaan mobilisasi dini pada klien apendektomi di RS PKU Muhammadiyah Gombong. Hasil penelitian tersebut diperoleh data bahwa mobilisasi dini dapat mengurangi rasa nyeri klien, mengurangi waktu rawat di rumah sakit dan dapat mengurangi stress psikis pada klien. Bariah (2010) menyatakan mobilisasi dini efektif terhadap penyembuhan klien pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Akhrita (2011) menyatakan ada pengaruh mobilisasi dini terhadap pemulihan kandung kemih pasca pembedahan dengan anestesi spinal di IRNA Bedah Umum RSUP dr. M. Djamil Padang.
Berdasarkan Data Tabulasi Nasional DEPKES RI tahun 2011, 32% dari tindakan operasi di Rumah Sakit adalah tindakan operasi laparatomi. RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas merupakan Rumah Sakit Type C yang sudah memiliki Instalasi Bedah Sentral dimana jenis operasi mayor seperti laparatomi sudah sering dilakukan di Rumah Sakit ini. Data rekam medik dan dokumentasi keperawatan tahun 2012, terdapat 125 klien post operasi laparatomi yang dirawat di ruang bedah. Dari jumlah tersebut, sebanyak 83 klien atau 66% mengalami kesembuhan luka post operasi dan di ijinkan pulang setelah minggu kedua post operasi. Hal ini menunjukkan bahwa klien post operasi laparatomi lebih banyak mengalami masa penyembuhan luka pada fase proliferasi atau pada tahap kedua proses penyembuhan luka yaitu pada hari keempat sampai minggu kedua post operasi.
4
Studi pendahuluan yang dilakukan penulis di Ruang Perawatan Bedah (Kenanga) RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas pada bulan Agustus 2013, dari 16 klien yang dilakukan wawancara dan observasi langsung diantaranya ada 12 klien atau 75% mengalami kesembuhan luka post operasi dan diperbolehkan pulang setelah minggu ke-2 pasca operasi. Dari hasil wawancara kepada 16 klien tersebut terdapat 11 klien atau 69% baru melakukan mobilisasi fisik pada hari ketiga dan keempat setelah selesainya dilakukannya operasi dan 1 klien yang sudah mulai melakukan mobilisasi dini di tempat tidur segera setelah klien masuk ruang perawatan pasca bedah.
Adapun mobilisasi fisik yang dilakukan klien tersebut yaitu berupa miring kiri dan miring kanan dan duduk dengan bersandar di tempat tidur. Sedangkan alasan klien yang tidak melakukan mobilisasi segera setelah selesai pembedahan rata-rata dikarenakan khawatir bila melakukan gerakan tubuh bisa menambah nyeri luka dan menimbulkan perdarahan pada luka. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan penulis tahapan proses penyembuhan luka kepada 16 klien tersebut, tidak terdapat tanda-tanda proses penyembuhan luka pada fase inflamasi yaitu dari sejak selesai pembedahan sampai hari ketiga post operasi. Sedangkan proses penyembuhan luka baru tampak terlihat pada fase proliferasi yaitu pada hari keempat sampai minggu kedua post operasi.
Mobilisasi dini segera setelah selesai operasi sangat dianjurkan dalam proses penyembuhan luka post operasi laparatomi terutama pada fase inflamasi. Mobilisasi segera secara bertahap sangat berguna untuk proses penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi serta trombosis vena. Bila terlalu dini melakukan mobilisasi dapat mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Jadi mobilisasi secara teratur dan bertahap yang didikuti dengan latihan adalah hal yang paling dianjurkan (Roper, 2002)
5
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang sudah diuraikan di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui dan menguji apakah ada hubungan antara mobilisasi fisik dengan proses penyembuhan luka fase inflamasi pada klien post operasi laparatomi di ruang perawatan bedah RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas?
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara mobilisasi fisik dengan proses penyembuhan luka fase inflamasi pada klien post operasi laparatomi di ruang perawatan bedah RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi mobilisasi fisik pada klien post operasi laparatomi di ruang perawatan bedah RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas
1.3.2.2 Mengidentifikasi proses penyembuhan luka fase inflamasi pada klien post operasi laparatomi di ruang perawatan bedah RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas
1.3.2.3 Menganalisis hubungan antara mobilisasi fisik dengan proses penyembuhan luka fase inflamasi pada klien post operasi laparatomi di ruang perawatan bedah RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Manfaat secara teoritis
1.4.1.1 Bagi Perawat
Dapat memberikan tambahan pengetahuan dan informasi tentang hubungan antara mobilisasi fisik dengan proses penyembuhan luka fase inflamasi pada klien post operasi laparatomi.
6
1.4.1.2 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan khususnya untuk menambah referensi dalam proses belajar mengajar mengenai hubungan antara mobilisasi fisik dengan proses penyembuhan luka fase inflamasi pada klien post operasi laparatomi
1.4.1.3 Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan pengalaman langsung dalam melakukan penelitian terutama tentang perawatan klien post operasi laparatomi
1.4.2 Manfaat secara aplikatif
1.4.2.1 Bagi Klien
Mobilisasi fisik secara dini dapat dilakukan klien dan dapat mempercepat proses penyembuhan luka post operasi laparatomi
1.4.2.2 Bagi Perawat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat perawat lebih maksimal lagi dalam meberikan perawatan kepada klien post operasi khususnya dalam pemberian mobilisasi fisik klien post operasi
1.4.2.3 Bagi Institusi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi rumah sakit dalam mengevaluasi tindakan medis dan keperawatan, menentukan kebijakan yang terkait dengan perawatan klien post operasi laparatomi.
1.5 Penelitian terkait
1.5.1 Marjawatie (2012), meneliti tentang “hubungan mobilisasi dini dengan kejadian infeksi luka operasi pada klien post operasi digestif di Rumah sakit dr.Doris Sylvanus Palangka Raya”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Survy Analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Sampel berjumlah 45 orang klien bedah digestif dengan teknik
7
sampling Accidental Sampling. Hasil penelitian didapatkan ada hubungan yang bermakna antara mobilisasi dini dengan kejadian infeksi luka operasi pada klien post operasi digestif. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan penulis adalah pada variabel dependen dan pada metode penelitiannya, sedangkan persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang mobilisasi.
1.5.2 Selpy Novita (2012), meneliti tentang “pengaruh pendidikan kesehatan tentang mobilisasi dini dengan kemandirian klien pasca operasi bedah umum dalam melakukan mobilisasi dini di ruang Kumala RSUD dr.H.Moch.Ansari Saleh Banjarmasin. Penelitian ini menggunakan rancangan pra eksperimental “one group pra-post test design” dengan jumlah sampel 30 orang klien pasca bedah umum. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang mobilisasi dini. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh pendidikan kesehatan tentang mobilisasi dini dengan kemandirian klien pasca bedah umum dalam melakukan mobilisasi dini. Perbedaan penelitian yang akan dilakuakan penulis adalah pada rancangan dan metodologi penelitiannya. Sedangkan persamaannnya adalah sama-sama meneliti tentang mobilisasi klien pasca bedah.

1.5.3 Yan Setiawan (2008), meneliti tentang “Persepsi klien tentang mobilisasi dini pasca bedah digestif di RSUD Ulin Banjarmasin”. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan jumlah sampel 35 orang dan teknik sampling aksidendal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar Persepsi klien tentang mobilisasi dini pasca bedah digestif di RSUD Ulin Banjarmasin adalah negatif. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan penulis adalah pada variabel independen dan pada jenis penelitiannya. Sedangkan persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang mobilisasi pasca bedah.

0 komentar:

Posting Komentar