PERBEDAAN KADAR GLUKOSA DARAH ANTARA PASIEN DM
DENGAN RIWAYAT MENGKONSUMSI GULA JAGUNG DAN YANG MENGKONSUMSI GULA PASIR
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan
masalah yang sangat substansial, mengingat pola kejadian sangat
menentukan status kesehatan di suatu daerah dan juga keberhasilan peningkatan
status kesehatan di suatu negara. Secara global WHO (World Health
Organization) memperkirakan PTM menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan
di seluruh dunia. Saat
ini, perhatian dunia tercurah pada tingginya angka penyakit tidak menular dan
penyakit karena HIV AIDS. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang menyita
banyak perhatian adalah Diabetes Mellitus (DM). Di Indonesia, diabetes merupakan
ancaman serius bagi pembangunan kesehatan dan pertumbuhan ekonomi Nasional (Kemenkes,
2013).
Penyakit DM adalah penyakit kelainan
metabolik yang dikarakteristikkan dengan hiperglikemia kronis serta kelainan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein diakibatkan oleh kelainan sekresi
insulin, kerja insulin maupun keduanya (WHO, 2006). Gejala klasik DM yang umum terjadi adalah
rasa haus yang berlebihan (polidipsi), sering kencing (poliuri) terutama pada
malam hari, dan sering merasa lapar (polifagi). Tanda dan gejala DM yang lain
adalah berat badan yang turun dengan cepat, keluhan lemah, kesemutan pada
tangan dan kaki, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, impotensi, luka
sulit sembuh, (Kemenkes, 2013; Kurniawan, 2010).
Penyakit DM sudah menjadi salah satu masalah kesehatan utama di
tingkat global. Menurut International
Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2014, jumlah penderita DM makin
bertambah dan menurut estimasi lebih dari 371 juta orang di seluruh dunia
mengalami DM , 4,8 juta meninggal dan 471 miliar dolar AS dikeluarkan untuk
pengobatannya. Prevalensi global diabetes di masyarakat
(20-79 tahun) pada tahun 2013 adalah 382
juta orang menderita diabetes
dengan prevalensi 8,3 %. Amerika Utara dan
Karibia
adalah
wilayah dengan prevalensi tinggi yaitu
36,755 orang dengan diabetes ( 11
% ), Timur Tengah dan Afrika Utara dengan 34,571 orang dengan diabetes ( 9,2 % ), dan wilayah
Pasifik Barat sebanyak 138,195
orang, wilayah ini tinggi dengan orang penderita diabetes
meskipun dengan prevalensi 8,6 % tetapi mendekati prevalensi dunia (WHO, 2013).
Menurut
Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2030 nanti, penyandang
diabetes di Indonesia sebanyak 21,3 juta jiwa. Kondisi ini membuat peringkat
Indonesia menduduki peringkat empat setelah Amerika Serikat, China, dan India (Kompas.com,
2015). Data Rikesdes Kementerian Kesehatan tahun 2013, prevalensi penyakit DM
di beberapa daerah di Indonesia yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di
DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%), dan Kalimantan
Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau berdasarkan
gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%),
Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur (3,3%).
Provinsi
Kalimantan Tengah berada di urutan ke-21
untuk DM yang terdiagnosis dokter (1,2%) (Kemenkes, 2013). Kejadian DM yang
dirawat di Rumah Sakit di Kalimantan Tengah khususnya di RSUD dr.H.Soemarno
Sosroatmodjo Kuala Kapuas berdasarkan data yang tercatat pada Rekam Medik pada
tahun 2013 sebanyak 392 orang dan pada tahun 2014 meningkat menjadi 432 orang,
pada tahun 2015 sampai pada bulan Juli sudah tercatat 135 orang pasien DM yang
dirawat inap. Sedangkan jumlah pasien DM yang rutin berkunjung ke Poliklinik
penyakit dalam sampai dengan bulan Juli 2015 sebanyak 169 orang.
Penyakit
DM merupakan salah satu masalah kesehatan utama di masyarakat karena akibat komplikasi yang ditimbulkannya seperti kebutaan,
gagal ginjal, kaki diabetes (gengrene) sehingga harus diamputasi,
penyakit jantung, dan stroke dan bahkan kematian akibat syok hiperglikemia. Tingginya
prevalensi DM yang sebagian besar disebabkan oleh interaksi antara
faktor-faktor kerentanan genetis dan paparan terhadap lingkungan. Faktor lingkungan
yang diperkirakan dapat meningkatkan faktor risiko DM adalah perubahan gaya
hidup seseorang, diantaranya adalah kebiasaan makan yang tidak seimbang dan
konsumsi gula yang berlebihan akan menyebabkan obesitas, kurangnya aktifitas
fisik juga merupakan faktor risiko dalam memicu terjadinya DM (Tjekyan, 2007;
Awad dkk, 2013).
Salah satu faktor yang meningkatkan risiko komplikasi pada
penderita DM adalah kebiasaan
makan yang tidak seimbang dan konsumsi gula yang berlebihan. Bagi penderita DM yang berobat ke Rumah sakit disarankan
untuk makan makanan yang bervariasi agar tercapai keseimbangan antara
karbohidrat, protein, dan lemak. Sebagian penderita DM bisa mengendalikan gula
darahnya hanya dengan makan tiga kali sehari dan menghindari makanan manis dan
konsumsi gula yang berlebihan. Konsumsi gula sebagai pemanis makanan atau
minuman secara berlebihan dapat menyebabkan kadar
glukosa darah yang tinggi secara terus menerus atau berkepanjangan, sehingga
sangat berisiko mengalami komplikasi dari diabetes seperti hiperglikemia, penyakit
jantung, serangan otak yang biasanya diikuti dengan kelumpuhan atau stroke,
dan penyakit lainnya (Astuti, 2007).
Beberapa pasien DM yang rutin memeriksakan
diri ke Rumah Sakit sering kali ditemukan kadar glukosa darah yang tidak
terkontrol. Masalah ini sering dialami pasien DM dengan riwayat mengkonsumsi
gula secara berlebihan atau tidak sesuai dengan takaran yang dianjurkan dokter.
Akibatnya kadar glukosa darah sangat sulit untuk dikontrol sampai batas normal
sehingga keluhan dari gejala DM (polidipsi, poliuri dan polifagi)
selalu
menjadi keluhan pasien pada saat ke Rumah Sakit (Deherba.com, 2015).
Konsumsi
gula untuk pasien DM meski tidak dianjurkan bukan berarti
gula tidak boleh dikonsumsi sama sekali.
Dalam sehari, penderita diabetes boleh mengonsumsi gula sebanyak 10% dari total
kebutuhan kalorinya (Astuti, 2007). Beberapa macam jenis gula atau pemanis yang
dianjurkan oleh para ahli karena dapat mengontrol kadar glukosa darah yaitu
pemanis natural yang dihasilkan dari proses ekstraksi atau isolasi dari tanaman
dan buah atau melalui enzimatis, contohnya pemanis non-nutritif. Pemanis
non-nutritif adalah pemanis yang digunakan untuk meningkatkan kenikmatan cita
rasa produk-produk tertentu, tetapi hanya menghasilkan sedikit energi atau sama
sekali tidak ada. Pemanis jenis ini banyak membantu dalam manajemen mengatasi
kelebihan berat badan, kontrol glukosa darah pada penderita DM, dan kesehatan
gigi. Penggunaan gula jagung sebagai pemanis merupakan salah satu contoh
pemanis non-nutritif (Anonim. 2007).
Gula jagung dikatakan baik bagi penderita
diabetes karena termasuk kedalam jenis pemanis non-nutritif yang memiliki kadar
kalori cukup rendah yang sangat bagus untuk mengontrol kadar glukosa dalam
darah. Gula jagung ini termasuk kedalam jenis gula dari pati-patian yang sering
disebut juga sebagai High Fructose Syrup
(HFS). Kandungan utama gula jagung adalah glukosa dan fruktosa, kadar
fruktosa antara 42% -90% (Wikipedia, 2015).
Manfaat dari mengkonsumsi gula jagung dibandingkan
gula putih/gula pasir dan gula merah untuk penderita DM salah satunya adalah
dapat mengontrol gula darah. Gula putih dan gula merah merupakan
karbohidrat sederhana yang sangat mudah diserap oleh tubuh. Dalam jumlah yang
besar atau berlebihan karbohidrat sederhana menyebabkan meningkatnya kadar gula
dalam darah dengan cepat. Sedangkan gula jagung, dari beberapa artikel
kesehatan menjelaskan tentang rendahnya tingkat kalori yang ada di dalam gula
jagung sehingga sangat baik untuk para penderita diabetes yang harus
memperhatikan asupan kalori. Tidak hanya bermanfaat sebagai pengganti gula
untuk para penderita diabetes, gula jagung juga bisa digunakan sebagai pemanis
yang baik untuk orang-orang yang sedang melakukan diet (Wikipedia, 2015).
Jenis gula dan pemanis lain yang biasanya
dikonsumsi penderita DM adalah gula pasir. Gula pasir adalah hasil
proses kimiawi air tebu beserta bahan-bahan kimia lainnya untuk menghasilkan
butiran gula yang manis, jernih, tidak berasa, tidak berwarna, dan lain
sebagainya. Sebagian besar penderita DM mengetahui bahwa gula pasir dan gula
sejenisnya adalah bahan makanan yang berbahaya bagi penyakit DM bila dikonsumsi
secara berlebihan dan terus menerus (Kusno, 2012).
Gula
biasa (gula pasir) mengandung suatu molekul yang disebut dengan sukrosa, yaitu
suatu molekul gula disakarida yang dalam kondisi asam (misal dalam
saluran cerna) akan dipecah menjadi bentuk gula yang lebih sederhana, yaitu
glukosa dan fruktosa dalam jumlah sama banyaknya. Sementara gula jagung
hanya mengandung zat gula sederhana yang disebut fruktosa, yaitu jenis
gula yang memang sering ditemukan pada buah-buahan dan memiliki rasa yang lebih
manis dari gula biasa (1,7 kali lebih manis dari gula biasa). Gula jagung
(fruktosa) memang terbukti memiliki jumlah kalori yang lebih rendah
dibandingkan dengan gula biasa (sukrosa). Dalam setiap gram sukrosa mengandung
4 kalori, sementara dalam setiap gram fruktosa mengandung 3 kalori (Pramudita,
2015).
Beberapa
referensi dan pendapat ahli menyatakan manfaat baik dari gula jagung. Namun
beberapa penelitian malah menunjukkan hasil yang sebaliknya bahwa penggunaan gula jagung (HFCS) sebagai bahan pemanis makanan olahan dan softdrink
berpengaruh pada kenaikan jumlah kasus (prevalensi) penyakit diabetes. Riset para ahli dari
Universitas California Selatan dan Universitas Oxford yang dimuat Jurnal Global Public Health menyatakan,
tingginya penggunaan HFCS di suatu
negara dapat berimplikasi pada meningkatnya kasus diabetes (Kompas.com, 2012).
Sampai
saat ini masih belum ada penelitian di Indonesia yang dilakukan untuk
membandingkan konsumsi gula jagung dan gula pasir terhadap kadar glukosa darah
penderita DM. Salah satu penelitian untuk membanding efek pemberian larutan
fruktosa (gula jagung) dan larutan sukrosa (gula pasir) adalah penelitian terhadap
tikus dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa tikus yang mendapatkan larutan
fruktosa ternyata lebih cepat mengalami obesitas jika dibandingkan dengan tikus
yang mendapatkan larutan sukrosa. Lebih lanjut diketahui bahwa konsumsi gula
fruktosa dalam jumlah besar dapat menekan rasa kenyang dan memicu hepar untuk
memproduksi trigliserida sehingga dapat menyebabkan terjadinya obesitas. Selain
itu konsumsi makanan dan minuman tinggi fruktosa juga dapat memicu terjadinya
resistensi insulin yang merupakan awal penyebab terjadinya kencing manis (Pramudita,
2015). Pernyataan tersebut didukung pula oleh hasil
penelitian terbaru yang dilakukan oleh Kim-Anne le dkk. (2009) dalam
sebuah jurnal Amerika yang menyatakan bahwa konsumsi fruktosa dalam jumlah
tinggi selama 7 hari sudah mampu untuk memicu terjadinya dislipidemia, deposisi
lemak pada hepar dan menurunkan sensitifitas insulin pada manusia-manusia sehat
dengan atau tanpa riwayat keluarga penderita kencing manis (Voaindonesia, 2015)
Penelitian
lainnya yang terkait dengan konsumsi pemanis atau gula dan pemeriksaan glukosa
darah antara lain penelitian Munadi (2008) menyatakan tidak ada perbedaan yang
bermakna antara kontrol glukosa darah sebelum dan sesudah baik yang
mengkonsumsi kurma maupun yang mengkonsumsi pisang pada diabetisi baik yang
menggunakan Obat Hipoglikemik Oral maupun Insulin. Penelitian Setyaningsih
(2013) menyatakan ada perbedaan rata-rata kadar GD2JPP berdasarkan dari status
gizi pasien DM tipe 2. Penelitian Abdulmutalib (2014) menunjukkan bahwa nilai
mean dari kadar GDS pada pasien tipe I adalah 212 mg/dl, sedangkan kadar GDS pada pasien tipe II adalah 224 mg/dl.
Hasil
wawancara yang dilakukan penulis pada bulan Juli 2015 di Ruang Poliklinik
penyakit dalam RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas didapatkan data 14
orang sampel dari pasien DM yang rutin control/memeriksakan diri ke Poliklinik
penyakit dalam. Dari 14 sampel tersebut
dibagi menjadi dua kelompok sampel, satu kelompok terdiri dari 7 orang pasien
DM dengan riwayat mengkonsumsi gula jagung dan satu kelompok lagi terdiri dari 7
orang pasien DM lainnya dengan riwayat mengkonsumsi gula pasir. Berdasarkan
data hasil pemeriksaan laboratorium kadar glukosa darah dari 14 pasien DM tersebut
didapatkan hasil, 7 orang pasien DM dengan riwayat mengkonsumsi gula jagung
dengan kadar glukosa darah puasa rata-rata 110 mg/dL dan 7 orang pasien DM
lainnya yang mempunyai riwayat mengkonsumsi gula pasir dengan rata-rata hasil
pemeriksaan glukosa darah puasa 125 mg/dL.
Penyakit diabetes mellitus dapat berjalan
lama, hal ini disebabkan oleh kadar gula yang tinggi dalam darah. Namun
tingginya kadar gula darah ini dapat dikendalikan hingga mencapai kadar normal
dengan merubah beberapa kebiasaan hidup seseorang, yaitu mengikuti suatu
susunan makanan yang sehat dan makan secara teratur, mengkonsumsi gula yang
dianjurkan sesuai batasannya, menjaga berat badan, mengonsumsi obat resep
dokter, dan olahraga secara teratur. Kadar glukosa darah yang tinggi secara
terus menerus atau berkepanjangan dan konsumsi gula yang berlebihan dapat
menyebabkan komplikasi dari diabetes penyakit jantung, serangan otak yang
biasanya diikuti dengan kelumpuhan atau stroke, dan penyakit
lainnya. Komplikasi terberat dari DM adalah kematian akibat syok hiperglikemia
(Tjekyan, 2007).
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
diuraikan di atas maka penulis tertarik untuk meneliti dan menguji perbandingan
GDP antara pasien DM dengan riwayat mengkonsumsi gula jagung dan yang
mengkonsumsi gula pasir di Poliklinik penyakit dalam RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah
perbedaan
kadar glukosa darah antara pasien DM dengan riwayat mengkonsumsi gula jagung
dan yang mengkonsumsi gula pasir di Poliklinik penyakit dalam RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan umum
Untuk
mengetahui perbandingan kadar GDP antara pasien DM
dengan riwayat mengkonsumsi gula jagung dan yang mengkonsumsi gula pasir di
Poliklinik penyakit dalam RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas
1.3.2
Tujuan khusus
1.3.2.1
Mengidentifikasi riwayat mengkonsumsi gula jagung dan gula pasir pada
pasien DM yang berobat jalan di Poliklinik penyakit dalam RSUD dr.H.Soemarno
Sosroatmodjo Kuala Kapuas
1.3.2.2
Mengidentifikasi hasil pemeriksaan GDP pada pasien DM dengan riwayat
mengkonsumsi gula jagung dan gula pasir di Poliklinik penyakit dalam RSUD
dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas
1.3.2.3
Menganalisis perbandingan kadar GDP antara pasien DM
dengan riwayat mengkonsumsi gula jagung dan yang mengkonsumsi gula pasir di
Poliklinik penyakit dalam RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Akademis
Hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar dan acuan bagi peneliti
selanjutnya khususnya mahasiswa keperawatan dalam melakukan penelitian
khususnya penelitian tentang kejadian diabetes mellitus
1.4.2
Praktis
Hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi perawat dan dokter di
Rumah sakit dalam memberikan edukasi kepada pasien DM khususnya edukasi tentang
konsumsi gula yang aman bagi pasien DM.
1.4.3
Teoritis
Hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam proses belajar mengajar
bagi mahasiswa keperawatan khususnya materi tentang penyakit diabetes mellitus
1.4.4
Bagi keperawatan
Hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bagi dasar manajemen keperawatan dalam
menetapkan SOP perawatan dan pencegahan DM khususnya pasien yang rutin
mengkonsumsi gula jagung dan gula pasir
1.5 Penelitian Terkait
1.5.1
Penelitian Astir Abdumutalib (2014), dengan judul analisis perbandingan
kadar glukosa darah sewaktu dan kadar
glukosa darah puasa pada pasien diabetes melitus di RSUD Labuang Baji Provinsi
Sulawesi Selatan. Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan analitik
observasional dengan pendekatan Cross
sectional untuk melihat perbandingan
kadar GDS dan GDP pada kelompok Diabetes Melitus Tipe I dan
Diabetes Melitus Tipe II dengan merujuk
pada data rekam medik pasien diabetes mellitus dengan jumlah sampel 87 orang.
Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai mean dari kadar GDS mg/dl pada pasien
tipe I adalah 212 mg/dl, sedangkan kadar
GDS pada pasien tipe II adalah 224
mg/dl. Untuk nilai mean kadar GDP mg/dl pada pasien tipe I adalah 157
mg/dl, sedangkan kadar GDP mg/dl untuk pasien tipe II adalah 212 mg/dl. Hasil
uji paired sample T-test diperoleh nilai Sig (p) 0.000 < α 0.10. Dari hasil
uji ini ditemukan perbedaan signifikan
antara kadar GDP pada penderita tipe I dan tipe II. Umumnya tipikal pasien yang
mengalami diabetes mellitus berusia rata-rata di atas 40 tahun dengan jenis
kelamin perempuan lebih banyak di bandingkan laki-laki.
1.5.2 Penelitian Sulasyi Setyaningsih (2013) dengan judul
perbedaan kadar glukosa darah berdasarkan status gizi pasien diabetes melitus
tipe 2 di Rsud dr. Moewardi di Surakarta. Tujuan penelitian untuk Mengetahui
perbedaan kadar glukosa darah berdasarkan status gizi pasien DM tipe 2 di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta. Jenis penelitian adalah observasional dengan desain cross
sectional. Pada penelitian ini dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu pasien DM
tipe 2 underweight, normal, overweight dan obesitas. Lokasi penelitian adalah
RSUD Dr Moewardi di Surakarta. Subjek penelitian sebanyak 124 pasien DM tipe 2
dengan kriteria yang ditentukan peneliti. Hasil penelitian menunjukan Ada
perbedaan rata-rata kadar GD2JPP berdasarkan dari status gizi pasien DM tipe 2
0 komentar:
Posting Komentar