Selasa, 03 Mei 2016

Update Skripsi Terbaru


PERBEDAAN KADAR GLUKOSA DARAH ANTARA PASIEN DM DENGAN RIWAYAT MENGKONSUMSI GULA JAGUNG DAN YANG MENGKONSUMSI GULA PASIR


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah yang sangat substansial, mengingat pola kejadian  sangat menentukan status kesehatan di suatu daerah dan juga keberhasilan peningkatan status kesehatan di suatu negara. Secara global WHO (World Health Organization) memperkirakan PTM menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Saat ini, perhatian dunia tercurah pada tingginya angka penyakit tidak menular dan penyakit karena HIV AIDS. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang menyita banyak perhatian adalah Diabetes Mellitus (DM). Di Indonesia, diabetes merupakan ancaman serius bagi pembangunan kesehatan dan pertumbuhan ekonomi Nasional (Kemenkes, 2013).

Penyakit DM adalah penyakit kelainan metabolik yang dikarakteristikkan dengan hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya (WHO, 2006). Gejala klasik DM yang umum terjadi adalah rasa haus yang berlebihan (polidipsi), sering kencing (poliuri) terutama pada malam hari, dan sering merasa lapar (polifagi). Tanda dan gejala DM yang lain adalah berat badan yang turun dengan cepat, keluhan lemah, kesemutan pada tangan dan kaki, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, impotensi, luka sulit sembuh, (Kemenkes, 2013; Kurniawan, 2010).

Penyakit DM sudah menjadi salah satu masalah kesehatan utama di tingkat global. Menurut International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2014, jumlah penderita DM makin bertambah dan menurut estimasi lebih dari 371 juta orang di seluruh dunia mengalami DM , 4,8 juta meninggal dan 471 miliar dolar AS dikeluarkan untuk pengobatannya. Prevalensi global diabetes di masyarakat (20-79 tahun) pada tahun 2013 adalah  382 juta orang  menderita diabetes dengan  prevalensi 8,3 %. Amerika Utara dan Karibia


adalah  wilayah dengan  prevalensi  tinggi yaitu  36,755 orang dengan  diabetes ( 11 % ), Timur Tengah dan Afrika Utara dengan 34,571  orang dengan diabetes ( 9,2 % ), dan wilayah Pasifik Barat sebanyak  138,195 orang,  wilayah  ini tinggi dengan orang penderita diabetes meskipun dengan prevalensi  8,6 %  tetapi mendekati  prevalensi dunia (WHO, 2013).

Menurut Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2030 nanti, penyandang diabetes di Indonesia sebanyak 21,3 juta jiwa. Kondisi ini membuat peringkat Indonesia menduduki peringkat empat setelah Amerika Serikat, China, dan India (Kompas.com, 2015). Data Rikesdes Kementerian Kesehatan tahun 2013, prevalensi penyakit DM di beberapa daerah di Indonesia yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%), dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau berdasarkan gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur (3,3%).

Provinsi Kalimantan Tengah  berada di urutan ke-21 untuk DM yang terdiagnosis dokter (1,2%) (Kemenkes, 2013). Kejadian DM yang dirawat di Rumah Sakit di Kalimantan Tengah khususnya di RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas berdasarkan data yang tercatat pada Rekam Medik pada tahun 2013 sebanyak 392 orang dan pada tahun 2014 meningkat menjadi 432 orang, pada tahun 2015 sampai pada bulan Juli sudah tercatat 135 orang pasien DM yang dirawat inap. Sedangkan jumlah pasien DM yang rutin berkunjung ke Poliklinik penyakit dalam sampai dengan bulan Juli 2015 sebanyak 169 orang.

Penyakit DM merupakan salah satu masalah kesehatan utama di masyarakat karena akibat komplikasi yang ditimbulkannya seperti kebutaan, gagal ginjal, kaki diabetes (gengrene) sehingga harus diamputasi, penyakit jantung, dan stroke dan bahkan kematian akibat syok hiperglikemia. Tingginya prevalensi DM yang sebagian besar disebabkan oleh interaksi antara faktor-faktor kerentanan genetis dan paparan terhadap lingkungan. Faktor lingkungan yang diperkirakan dapat meningkatkan faktor risiko DM adalah perubahan gaya hidup seseorang, diantaranya adalah kebiasaan makan yang tidak seimbang dan konsumsi gula yang berlebihan akan menyebabkan obesitas, kurangnya aktifitas fisik juga merupakan faktor risiko dalam memicu terjadinya DM (Tjekyan, 2007; Awad dkk, 2013).

Salah satu faktor yang meningkatkan risiko komplikasi pada penderita DM adalah kebiasaan makan yang tidak seimbang dan konsumsi gula yang berlebihan. Bagi penderita DM yang berobat ke Rumah sakit disarankan untuk makan makanan yang bervariasi agar tercapai keseimbangan antara karbohidrat, protein, dan lemak. Sebagian penderita DM bisa mengendalikan gula darahnya hanya dengan makan tiga kali sehari dan menghindari makanan manis dan konsumsi gula yang berlebihan. Konsumsi gula sebagai pemanis makanan atau minuman secara berlebihan dapat menyebabkan kadar glukosa darah yang tinggi secara terus menerus atau berkepanjangan, sehingga sangat berisiko mengalami komplikasi dari diabetes seperti hiperglikemia, penyakit jantung, serangan otak yang biasanya diikuti dengan kelumpuhan atau stroke, dan penyakit lainnya (Astuti, 2007).

Beberapa pasien DM yang rutin memeriksakan diri ke Rumah Sakit sering kali ditemukan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol. Masalah ini sering dialami pasien DM dengan riwayat mengkonsumsi gula secara berlebihan atau tidak sesuai dengan takaran yang dianjurkan dokter. Akibatnya kadar glukosa darah sangat sulit untuk dikontrol sampai batas normal sehingga keluhan dari gejala DM (polidipsi, poliuri dan polifagi) selalu menjadi keluhan pasien pada saat ke Rumah Sakit (Deherba.com, 2015).

Konsumsi gula untuk pasien DM meski tidak dianjurkan bukan berarti gula  tidak boleh dikonsumsi sama sekali. Dalam sehari, penderita diabetes boleh mengonsumsi gula sebanyak 10% dari total kebutuhan kalorinya (Astuti, 2007). Beberapa macam jenis gula atau pemanis yang dianjurkan oleh para ahli karena dapat mengontrol kadar glukosa darah yaitu pemanis natural yang dihasilkan dari proses ekstraksi atau isolasi dari tanaman dan buah atau melalui enzimatis, contohnya pemanis non-nutritif. Pemanis non-nutritif adalah pemanis yang digunakan untuk meningkatkan kenikmatan cita rasa produk-produk tertentu, tetapi hanya menghasilkan sedikit energi atau sama sekali tidak ada. Pemanis jenis ini banyak membantu dalam manajemen mengatasi kelebihan berat badan, kontrol glukosa darah pada penderita DM, dan kesehatan gigi. Penggunaan gula jagung sebagai pemanis merupakan salah satu contoh pemanis non-nutritif (Anonim. 2007).

Gula jagung dikatakan baik bagi penderita diabetes karena termasuk kedalam jenis pemanis non-nutritif yang memiliki kadar kalori cukup rendah yang sangat bagus untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah. Gula jagung ini termasuk kedalam jenis gula dari pati-patian yang sering disebut juga sebagai High Fructose Syrup (HFS). Kandungan utama gula jagung adalah glukosa dan fruktosa, kadar fruktosa antara 42% -90% (Wikipedia, 2015).

Manfaat dari mengkonsumsi gula jagung dibandingkan gula putih/gula pasir dan gula merah untuk penderita DM salah satunya adalah dapat mengontrol gula darah. Gula putih dan gula merah merupakan karbohidrat sederhana yang sangat mudah diserap oleh tubuh. Dalam jumlah yang besar atau berlebihan karbohidrat sederhana menyebabkan meningkatnya kadar gula dalam darah dengan cepat. Sedangkan gula jagung, dari beberapa artikel kesehatan menjelaskan tentang rendahnya tingkat kalori yang ada di dalam gula jagung sehingga sangat baik untuk para penderita diabetes yang harus memperhatikan asupan kalori. Tidak hanya bermanfaat sebagai pengganti gula untuk para penderita diabetes, gula jagung juga bisa digunakan sebagai pemanis yang baik untuk orang-orang yang sedang melakukan diet (Wikipedia, 2015).

Jenis gula dan pemanis lain yang biasanya dikonsumsi penderita DM adalah gula pasir. Gula pasir adalah hasil proses kimiawi air tebu beserta bahan-bahan kimia lainnya untuk menghasilkan butiran gula yang manis, jernih, tidak berasa, tidak berwarna, dan lain sebagainya. Sebagian besar penderita DM mengetahui bahwa gula pasir dan gula sejenisnya adalah bahan makanan yang berbahaya bagi penyakit DM bila dikonsumsi secara berlebihan dan terus menerus (Kusno, 2012).  

Gula biasa (gula pasir) mengandung suatu molekul yang disebut dengan sukrosa, yaitu suatu molekul gula disakarida yang dalam kondisi asam (misal dalam saluran cerna) akan dipecah menjadi bentuk gula yang lebih sederhana, yaitu glukosa dan fruktosa dalam jumlah sama banyaknya. Sementara gula jagung hanya  mengandung zat gula sederhana yang disebut fruktosa, yaitu jenis gula yang memang sering ditemukan pada buah-buahan dan memiliki rasa yang lebih manis dari gula biasa (1,7 kali lebih manis dari gula biasa). Gula jagung (fruktosa) memang terbukti memiliki jumlah kalori yang lebih rendah dibandingkan dengan gula biasa (sukrosa). Dalam setiap gram sukrosa mengandung 4 kalori, sementara dalam setiap gram fruktosa mengandung 3 kalori (Pramudita, 2015).

Beberapa referensi dan pendapat ahli menyatakan manfaat baik dari gula jagung. Namun beberapa penelitian malah menunjukkan hasil yang sebaliknya bahwa penggunaan gula jagung (HFCS) sebagai bahan pemanis makanan olahan dan softdrink berpengaruh pada kenaikan jumlah kasus (prevalensi) penyakit diabetes. Riset  para ahli dari Universitas California Selatan dan Universitas Oxford yang dimuat Jurnal Global Public Health menyatakan, tingginya penggunaan HFCS di suatu negara dapat berimplikasi pada meningkatnya kasus diabetes (Kompas.com, 2012).

Sampai saat ini masih belum ada penelitian di Indonesia yang dilakukan untuk membandingkan konsumsi gula jagung dan gula pasir terhadap kadar glukosa darah penderita DM. Salah satu penelitian untuk membanding efek pemberian larutan fruktosa (gula jagung) dan larutan sukrosa (gula pasir) adalah penelitian terhadap tikus dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa tikus yang mendapatkan larutan fruktosa ternyata lebih cepat mengalami obesitas jika dibandingkan dengan tikus yang mendapatkan larutan sukrosa. Lebih lanjut diketahui bahwa konsumsi gula fruktosa dalam jumlah besar dapat menekan rasa kenyang dan memicu hepar untuk memproduksi trigliserida sehingga dapat menyebabkan terjadinya obesitas. Selain itu konsumsi makanan dan minuman tinggi fruktosa juga dapat memicu terjadinya resistensi insulin yang merupakan awal penyebab terjadinya kencing manis (Pramudita, 2015). Pernyataan tersebut didukung pula oleh hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh Kim-Anne le dkk. (2009) dalam sebuah jurnal Amerika yang menyatakan bahwa konsumsi fruktosa dalam jumlah tinggi selama 7 hari sudah mampu untuk memicu terjadinya dislipidemia, deposisi lemak pada hepar dan menurunkan sensitifitas insulin pada manusia-manusia sehat dengan atau tanpa riwayat keluarga penderita kencing manis (Voaindonesia, 2015)

Penelitian lainnya yang terkait dengan konsumsi pemanis atau gula dan pemeriksaan glukosa darah antara lain penelitian Munadi (2008) menyatakan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kontrol glukosa darah sebelum dan sesudah baik yang mengkonsumsi kurma maupun yang mengkonsumsi pisang pada diabetisi baik yang menggunakan Obat Hipoglikemik Oral maupun Insulin. Penelitian Setyaningsih (2013) menyatakan ada perbedaan rata-rata kadar GD2JPP berdasarkan dari status gizi pasien DM tipe 2. Penelitian Abdulmutalib (2014) menunjukkan bahwa nilai mean dari kadar GDS pada pasien tipe I adalah 212 mg/dl,  sedangkan kadar GDS pada pasien tipe II adalah  224 mg/dl.

Hasil wawancara yang dilakukan penulis pada bulan Juli 2015 di Ruang Poliklinik penyakit dalam RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas didapatkan data 14 orang sampel dari pasien DM yang rutin control/memeriksakan diri ke Poliklinik penyakit dalam. Dari  14 sampel tersebut dibagi menjadi dua kelompok sampel, satu kelompok terdiri dari 7 orang pasien DM dengan riwayat mengkonsumsi gula jagung dan satu kelompok lagi terdiri dari 7 orang pasien DM lainnya dengan riwayat mengkonsumsi gula pasir. Berdasarkan data hasil pemeriksaan laboratorium kadar glukosa darah dari 14 pasien DM tersebut didapatkan hasil, 7 orang pasien DM dengan riwayat mengkonsumsi gula jagung dengan kadar glukosa darah puasa rata-rata 110 mg/dL dan 7 orang pasien DM lainnya yang mempunyai riwayat mengkonsumsi gula pasir dengan rata-rata hasil pemeriksaan glukosa darah puasa 125 mg/dL.

Penyakit diabetes mellitus dapat berjalan lama, hal ini disebabkan oleh kadar gula yang tinggi dalam darah. Namun tingginya kadar gula darah ini dapat dikendalikan hingga mencapai kadar normal dengan merubah beberapa kebiasaan hidup seseorang, yaitu mengikuti suatu susunan makanan yang sehat dan makan secara teratur, mengkonsumsi gula yang dianjurkan sesuai batasannya, menjaga berat badan, mengonsumsi obat resep dokter, dan olahraga secara teratur. Kadar glukosa darah yang tinggi secara terus menerus atau berkepanjangan dan konsumsi gula yang berlebihan dapat menyebabkan komplikasi dari diabetes penyakit jantung, serangan otak yang biasanya diikuti dengan kelumpuhan atau stroke, dan penyakit lainnya. Komplikasi terberat dari DM adalah kematian akibat syok hiperglikemia (Tjekyan, 2007).

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka penulis tertarik untuk meneliti dan menguji perbandingan GDP antara pasien DM dengan riwayat mengkonsumsi gula jagung dan yang mengkonsumsi gula pasir di Poliklinik penyakit dalam RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas.

1.2     Rumusan Masalah
Bagaimanakah perbedaan kadar glukosa darah antara pasien DM dengan riwayat mengkonsumsi gula jagung dan yang mengkonsumsi gula pasir di Poliklinik penyakit dalam RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas?
1.3     Tujuan Penelitian
1.3.1     Tujuan umum
Untuk mengetahui perbandingan kadar GDP antara pasien DM dengan riwayat mengkonsumsi gula jagung dan yang mengkonsumsi gula pasir di Poliklinik penyakit dalam RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas
1.3.2     Tujuan khusus
1.3.2.1        Mengidentifikasi riwayat mengkonsumsi gula jagung dan gula pasir pada pasien DM yang berobat jalan di Poliklinik penyakit dalam RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas
1.3.2.2        Mengidentifikasi hasil pemeriksaan GDP pada pasien DM dengan riwayat mengkonsumsi gula jagung dan gula pasir di Poliklinik penyakit dalam RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas
1.3.2.3        Menganalisis perbandingan kadar GDP antara pasien DM dengan riwayat mengkonsumsi gula jagung dan yang mengkonsumsi gula pasir di Poliklinik penyakit dalam RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas

1.4     Manfaat Penelitian
1.4.1     Akademis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar dan acuan bagi peneliti selanjutnya khususnya mahasiswa keperawatan dalam melakukan penelitian khususnya penelitian tentang kejadian diabetes mellitus
1.4.2     Praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi perawat dan dokter di Rumah sakit dalam memberikan edukasi kepada pasien DM khususnya edukasi tentang konsumsi gula yang aman bagi pasien DM.
1.4.3     Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam proses belajar mengajar bagi mahasiswa keperawatan khususnya materi tentang penyakit diabetes mellitus
1.4.4     Bagi keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bagi dasar manajemen keperawatan dalam menetapkan SOP perawatan dan pencegahan DM khususnya pasien yang rutin mengkonsumsi gula jagung dan gula pasir

1.5     Penelitian Terkait
1.5.1     Penelitian Astir Abdumutalib (2014), dengan judul analisis perbandingan kadar glukosa darah  sewaktu dan kadar glukosa darah puasa pada pasien diabetes melitus di RSUD Labuang Baji Provinsi Sulawesi Selatan. Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan analitik observasional dengan pendekatan  Cross sectional  untuk melihat perbandingan kadar  GDS dan GDP  pada kelompok Diabetes Melitus Tipe I dan Diabetes Melitus Tipe II  dengan merujuk pada data rekam medik pasien diabetes mellitus dengan jumlah sampel 87 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai mean dari kadar GDS mg/dl pada pasien tipe I adalah 212 mg/dl,  sedangkan kadar GDS pada pasien tipe II adalah  224 mg/dl. Untuk nilai  mean  kadar GDP mg/dl pada pasien tipe I adalah 157 mg/dl, sedangkan kadar GDP mg/dl untuk pasien tipe II adalah 212 mg/dl. Hasil uji paired sample T-test diperoleh nilai Sig (p) 0.000 < α 0.10. Dari hasil uji ini ditemukan perbedaan  signifikan antara kadar GDP pada penderita tipe I dan tipe II. Umumnya tipikal pasien yang mengalami diabetes mellitus berusia rata-rata di atas 40 tahun dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak di bandingkan laki-laki. 
1.5.2  Penelitian Sulasyi Setyaningsih (2013) dengan judul perbedaan kadar glukosa darah berdasarkan status gizi pasien diabetes melitus tipe 2 di Rsud dr. Moewardi di Surakarta. Tujuan penelitian untuk Mengetahui perbedaan kadar glukosa darah berdasarkan status gizi pasien DM tipe 2 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jenis penelitian adalah observasional dengan desain cross sectional. Pada penelitian ini dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu pasien DM tipe 2 underweight, normal, overweight dan obesitas. Lokasi penelitian adalah RSUD Dr Moewardi di Surakarta. Subjek penelitian sebanyak 124 pasien DM tipe 2 dengan kriteria yang ditentukan peneliti. Hasil penelitian menunjukan Ada perbedaan rata-rata kadar GD2JPP berdasarkan dari status gizi pasien DM tipe 2

0 komentar:

Posting Komentar